Perdagangan Luar Negeri


1.      Teori Perdagangan Luar Negeri
Dalam kegiatan berdagang lintas negara yang selama ini dilakukan oleh banyak orang tidaklah terlepas dari tokoh-tokoh yang mencetuskan adanya perdagangan internasional. Teori perdagangan internasional dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni teori klasik dan teori modern. Teori klasik yang banyak dikenal adalah teori Absolute Advantage dari Adam Smith, dan teori Comparative Advantage dari J.S. Mill dan David Ricardo. Teori modern diwakili oleh teori faktor proporsi dari Hecksher dan Ohlin. Berikut ini adalah paparan dari teori-teori tersebut. 
a.       Teori Klasik
·         Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage atau sering dikenal dengan sebutan teori murni (pure theory) perdagangan internasional karena teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang ; Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value ).
Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny  serta merupakan satu-satunya factor produksi. Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
Keunggulan absolut dapat terjadi karena perbedaan keadaan, seperti letak geografis, iklim, kekayaan sumber daya alam, kualitas tenaga kerja, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), jumlah penduduk, modal, dan lain-lain.
·         Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar ).
Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.
·         Comparative Cost dari David Ricardo
1.       Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien.
2.       Production Comperative Advantage ( Labor productifity)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif.  Kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi :
1.      Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2.      Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
3.      Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran.
4.      Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.


b.      Teori Modern
·         Teori Heckscher-Ohlin (H-O)
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif, yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah    :
*      Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
*      Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
A.     The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin (H-O) menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.
Analisis teori H-O       :
Ø  Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara.
Ø  Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
Ø  Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
Ø  Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
B.     Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor), Amerika serikat pada tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks Leontief.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama, yaitu        :
a.       Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.      Tariff and Non tariff barrier
c.       Pebedaan dalam skill dan human capital
d.      Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.
C.     Teori Opportunity Cost
Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost.
D.    Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.




      2. Perkembangan Ekspor Indonesia
a.      Perkembangan Nilai Ekspor Tahun 2011-2015 di Indonesia (juta US$)



Sumber           : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Setiap negara selalu berusaha mengembangkan nilai ekspor dari komoditas ekspor unggulannya. Perkembangan ekspor sangat penting dalam upaya peningkatan pendapatan negara yang berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sejak saat itu, ekspor menjadi fokus utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada substitusi impor ke promosi ekspor. Menurut BPS, komotidi unggulan ekspor indonesia adalah di sektor Non-Migas. Sedangkan, untuk sektor Migas sendiri, perkembangannya masih sangat jauh dibawah sektor Non-Migas.
b.      Perbandingan Nilai Ekspor Migas Non-Migas 2011-2015 di Indonesia (juta US$)



Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

c.       Perkembangan Nilai Impor Tahun 2011-2015 di Indonesia (juta US$)



Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Untuk perkembangan nilai impor sendiri, terjadi fluktuasi nilai dari tahun 2011-2015. Yang artinya, masih ada peningkatan dalam tahun tertentu. Berdasarkan kurun waktu 2011-2015, nilai impor tertinggi berada pada tahun 2012, namun setelah itu kembali terjadi penurunan hingga mencapai titik terendah di tahun 2015, yaitu sebesar 142.739,60. US$. Menurut data Kemendagri, sama halnya dengan ekspor, komoditas utama impor Indonesia juga terdapat di sektor Non-Migas.

d.      Perbandingan Nilai Ekspor Migas Non-Migas 2011-2015 di Indonesia (juta US$)



Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015
Setelah membahas keadaan perkembangan ekspor impor Indonesia secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai ekspor dan nilai impor Indonesia pada kurun waktu 2011-2015.
e.       Perbandingan Nilai Ekspor Impor 2011-2015 di Indonesia (%)



Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Pada grafik diatas disimpulkan bahwa nilai impor lebih mendominasi dibandingkan nilai ekspor, walaupun pada tahun-tahun tertentu masih terdapat nilai ekspor yang mendominasi. Sejalan dengan teori ekonomi bahwa jika suatu negara pertumbuhan ekonominya meningkat positif yang dicerminkan dari beberapa faktor ekonomi makro seperti meningkatnya ekspor yang turut berkontribusi terhadap neraca pembayaran. Sebagai contoh, menurut data BPS, pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dibandingkan pada tahun 2015. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,02% sedangkan pada tahun 2015 hanya 4,79%. Dilihat dari data perkembangan nilai ekspor Indonesia, pada tahun 2014, nilai ekspor Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor pada tahun 2015. 
3.      Tingkat Daya Saing
            Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional.Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMDWorld Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia dalam beberapa tahun semakin menurun.IMDWorld Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989.Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara.Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46.Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47.Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57.Tahun 2004 menduduki peringkat 58.Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58.Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
 Faktor dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook terbagi menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria.IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
            Indonesia telah mengalami kemajuan yang mantap dalam penerapan reformasi perdagangan pada beberapa tahun terakhir dan hal itu merupakan salah satu dari beberapa faktor yang membantu berkembangnya penyerapan tenaga kerja di sektor resmi, memangkas tingkat kemiskinan dan mengembangkan tingkat menengah penduduk Indonesia. Selain itu, Indonesia lebih beruntung dibanding negara-negara tetangganya dengan berhasil melewati krisis keuangan dunia secara relatif mulus.
Hal ini memberikan kesempatan yang unik bagi Indonesia pasca krisis untuk meningkatkan penjualan dalam negeri dan pangsa pasar dunianya. Untuk meraih kesempatan ini sebaik-baiknya, Indonesia harus terus mendorong reformasi perdagangan dan menghindari protektionisme yang akan menghambat efisiensi dan inovasi. Selain Indonesia, hanya Hong Kong dan Cina saja yang pada tahun 2010 berhasil mengembalikan nilai perdagangan internasionalnya ke tingkat absolut pra-krisis keuangan dunia.
Walaupun pertumbuhan ekspor komoditas berbasis sumber daya meningkat tajam, Indonesia hanya mencatat kemajuan yang terbatas dalam meningkatkan ekspor produk-produk manufaktur dan terproses. Produsen-produsen Indonesia telah menyuarakan keprihatinan akan daya saing mereka melawan produsen berbiaya rendah, baik di dalam negeri maupun di pasar asing. Penurunan pertumbuhan bidang manufaktur dan menyurutnya pangsa ekspor sektor manufaktur juga menimbulkan tanda tanya mengenai daya saing sektor manufaktur Indonesia.
Satu bidang yang memberati perdagangan sehingga menurunkan daya saing produk-produk Indonesia dibanding produk impor luar negeri adalah rendahnya tingkat hubungan perdagangan Indonesia yang merupakan akibat dari buruknya sistem logistiknya. Hubungan perdagangan adalah masalah yang memberikan tantangan yang berbeda bergantung pada apakah hambatannya mempengaruhi hubungan perdagangan internasional, antar pulau atau dalam pulau. Tingginya biaya transportasi barang-barang bernilai tinggi seperti udang dari belahan Timur Indonesia ke pusat-pusat pemrosesan di pulau Jawa melambungkan harga mereka ke titik yang terlalu mahal untuk diekspor, dan juga lebih murah untuk mengimpor buah jeruk dari Cina dibanding mengirimkannya dari pulau Kalimantan ke pulau Jawa.
Sementara Indonesia telah membuat kemajuan dalam meningkatkan tingkat efisiensi pelabuhan dan bea cukai, masih dibutuhkan peningkatan lebih lanjut. Rata-rata waktu tunggu kontainer impor di terminal utama kontainer adalah lima hari, dibanding kurang dari tiga hari pada kebanyakan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tersebut. Impor kontainer kosong selesai kurang dari setengah lamanya waktu yang dibutuhkan kontainer yang penuh, menunjukkan bahwa sebagian besar penundaan disebabkan oleh pengawas perbatasan dan prosedur pemeriksaan dan bukan karena tidak memadainya prasarana.
Prosedur-prosedur administratif yang membebani dan tidak jelas juga turut memperburuk penundaan impor dan mengundang korupsi, sehingga menurunkan daya saing industri-industri yang menggunakan komponen impor. Selain itu, walaupun Indonesia memiliki ekonomi yang sangat terbuka dalam hal tarif, halangan non-tarif-nya tetaplah berarti dan belakangan ini terjadi peningkatan yang mencemaskan dalam halangan non-tarif tersebut.

Sumber            :


CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top