PRODUK DOMESTIC BRUTO
Dalam bidang ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh
suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk
menghitung pendapatan nasional.
1. DEFINISI PDB
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua
barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu
tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dariproduk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor
produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya
menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah
produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak.
Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk
kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil <--(atau disebut PDB
Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan
pengaruh dari harga.
PDB
dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran
adalah:
Di
mana konsumsi adalah
pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh
sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impormelibatkan sektor luar negeri. Sementara
pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi
Di mana sewa adalah
pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB
dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang
sama. Namun karena dalam praktik menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan
sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan
pengeluaran.
1.
PERTUMBUHAN
DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pada dasarnya
pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman pada
Pancasila dan Undang‐Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi harus dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan
memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penciptaan lapangan kerja, sehingga diharapkan peningkatan pendapatan, serta
kesejahteraan masyarakat dapat diperbaiki. Weiss dalam Tambunan (2001),
menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti
pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam
struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor
utama, ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor‐sektor non primer, khususnya industri manufaktur
dengan increasing returns to scale (relasi positif antara
pertumbuhan output dengan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin
utama pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah
dapat dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat yang mengalami peningkatan
secara terus-menerus (dalam jangka panjang) dan disertai terjadinya perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat
perubahanperubahan dalam struktur produksi dan adanya alokasi input pada
berbagai sector perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan atau pendidikan
, dan teknik. Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan
ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan
pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu
wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP
riil di wilayah tersebut.
Untuk dapat
meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu
target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembagnunan ekonomi suatu
Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah
pertumbuhan. Untuk Negara‐negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan
tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa
penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan
ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat perkapita dapat
tercapai. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan
lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata.
Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan
sosial (ADB, 2004)
Struktur Perekonomian Indonesia
Berdasarkan
tinjauan makro‐sektoral
perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris (agricultural), industri
(industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung pada sector apa/mana yang
dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkuatan. Pergeseran
struktur ekonomi secara makro‐sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial). Ditinjau
dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser
dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern. Struktur perekonomian
indoensia sejak awal orde baru hingga pertengahan dasa warsa 1980‐an berstruktur etatis dimana pemerintah atau
negara dengan BUMN dan BUMD sebagai perpanjangan tangannya merupakan pelaku
utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasa warsa 1990‐an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur‐angsur dikurangi, yaitu sesudah secara
eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk
berperan lebih besar dalam perekonomian nasional. Struktur ekonomi dapat pula
dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan. Berdasarkan
tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya dapat dikatakan bahwa struktur
perekonomian selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah
sentralistis. Dalam struktur ekonomi yang sentralistik, pembuatan keputusan
(decision‐making)
lebih banyak ditetapkan pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah (bottom‐up).
2.
PERTUMBUHAN
EKONOMI SELAMA ORDE BARU HINGGA SAAT INI
Sejak kemerdekaan
pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai
masa sekarang (masa reformasi) Indonesia
telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari orde
lama dan orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun
akhirnya mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan
yang lebih baik Melihat kondisi pertumbuhan Indonesia selama pemerintahan Orde
Baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah
mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada
tingkat makro. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar
US$60 Laju pertumbuhan 7%‐8% selama 1970‐an dan turun ke 3%‐4% pada taun 1980‐an, hal ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti merosotnya harga
minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980‐an dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang
sama. Sejak zaman Orde Baru Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, maka
goncangan ekstrenal terasa dampaknya terhadap pertumbuhan Indonesia.
Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pamasukan dolar AS dari
hasil ekspor komoditi primer yaitu minak dan pertanian. Tahun 1968 PN Per Kapita
US$56,7; 1973 US$126,3; 1978 US$260,3; 1983 US$494,0; 1988 US$467,5; 1993
US$833,1; 1997 US$1088,0; 1998 US$640,0 dan 1999 US$580,0. Pada saat krisis
ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh
drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun 1999 kembali positif, walaupun sangat
kecil yaitu 0,8%, dan tahun 2000 naik hingga 5%. Yang disebabkan pada masa Gusdur,
pemerintah, masyarakat, khusunya pelaku bisnis sempat optimis mengenai prospek
pertumbuhan Indonesia. Akan tetapi tahun 2001 pertumbuhan ekonomi kembali
merosot hingga 3,3% akbat gejolak politik yang semat memanas kembali, dan tahun
2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%. Pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono‐Jusuf Kalla dinilai sukses menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan
agenda demokratisasi. Situasi ini berbeda dengan era Orde Baru di mana ekonomi
tumbuh namun demokrasi terabaikan. Biaya yang mahal seperti pelanggaran hak
asasi manusia di berbagai tempat, korupsi merajalela, kebocoran anggaran, dan pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata. Untuk contoh terbaru, menurut Bara, adalah Rusia
selama era pemerintahan Vladimir Putin. Menurutnya, Rusia hanya mengejar
pertumbuhan ekonomi semata namun di sisi lain, peran oposisi terbatasi
dan pembunuhan‐pembunuhan misterius sering terjadi. Karena
itu, menurut Bara, untuk saat ini Äigur pasangan SBY‐Boediono masih menjadi kandidat yang paling
pas. ”Platform mereka jelas, yang menekankan pentingnya aspek keadilan dalam
pertumbuhan ekonomi, ”Pengamat sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada,
Arie Sudjito menilai selama satu dekade reformasi, capaian‐capaian demokrasi dan demokratisasi telah
menjadi fakta historik. Pada aras negara, banyak terobosan yang berarti yang
diinisiasi oleh pemerintah dan parlemen untuk meletakkan dasar bagi capaian
perubahan sebagaimana mandat reformasi. ”Kemajuan di bidang hak‐hak sipil dan politik menunjukkan magnitudo
yang luar biasa, jauh dibandingkan era‐era sebelumnya. Jaminan itu berwujud dalam regulasi atau kebijakan yang
bertujuan untuk memastikan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi
kewajibannya sesuai mandat konstitusi kita,”ujarnya. Dalam hal hubungan sipil‐militer, menurut Arie, mengalami pasang surut
di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian di era Megawati, justru
mengalami penurunan. ”Nah, di masa pemerintahan SBY, pemerintah mampu
mengurangi keterlibatan negara di bidang politik." Arie menambahkan,
agenda reformasi birokrasi juga berjalan dengan baik. Ide‐ide pemberantasan korupsi untuk memperkuat
good governance, perlu dilanjutkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat akan
semakin besar. Selain itu, upaya pengentasan kemiskinan meningkat di daerah‐daerah.
3.
FAKTOR‐FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
1.
Faktor‐Faktor Internal
Faktor‐faktor tersebut diantaranya, kondisi
perbankan realisasi RAPBN 2003, terutama yang menyangkut beban pembayaran bunga
utang pemerintah dan pengeluaran stimulus pasca tragedi Bali, hasil pertemuan
CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan ekonomi pemerintah
terutama dalam bidang Äiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor nasional. Kesiapan
dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan berpengaruh terhadap
prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap prospek
perkembangan neraca perdagangan yang berarti saldo transaksi berjalan. Faktor‐faktor non ekonomi : politik san sosial,
keamanan (terutama menyangkutapa yang akan dilakukan pemerintah untuk mencegah
tidak terulangnya lagi tragedy Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan
langsung dengan kegiatan bisnis dan pelaksana otonomi daerah). Perbaikan
fundamental ekonomi tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yang
memadai, serta kepastian hukum.
2.
Faktor‐Faktor Eksternal
Faktornya
diantaranya adalah prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003, kondisi
politik global, terutama efek‐efek dari perang AS‐Irak dan krisis senjata nuklir Korea Utara. Perang AS dan Irak akan
berdampak pada efek harga minyak dan penurunan ekspor serta penundaan
pengiriman TKI ke wilayah Timur Tengah, sedang efek dari kore Utara, jika
terjadi perang besar‐besaran jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia
Tenggara dan Timur khusunya dan dunia pada umumnya. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :
·
Faktor
produksi
·
Faktor
investasi
·
Faktor
perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
·
Faktor
kebijakan moneter dan instalasi
·
Faktor
keuangan
Negara Chenery mengatakan bahwa perubahan
struktur ekonomi disebut
sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat
demand (AD), ekspor‐impor (X‐M). Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan penggunaan faktor‐faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berlanjut (Tambunan,
2003). Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang teori migrasi dan
hoilis chenery tentang teori transportasi struktural. Teori Lewis pada
dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah
pedesaan dan daerah perkotaan. Dalamnya Lewis mengasumsikan bahwa
perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian
tradisional di pedesaan yang didominasi sector pertanian dan perekonomian modern di
perkotaan dengan industri sebagai sector utama. Karana perekonomiannya masih
bersifat tradisional dan sub sistem, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka
terjadi kelebihan supplay tenaga kerja.
4.
PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI
Istilah Kuznets,
perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya rangkaian
perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD,
perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan faktor
produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
1. Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan
struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transpormasi ekonomi yang
ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan menitikberatkan
pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang
didominasi oleh sektor‐sektor nonprimer. Ada 2 teori yang umum digunakan dalam penganalisis
perubahan struktur ekonomi.
2. Teori Migrasi (Arthus Lewis),
bahwa wkonomi suatu
negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian Tradisional
dipedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian Perekonomian Modern
diperkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena pertumbuhan
penduduknay tinttgi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup masyarakat
berada pada kondisi subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan produk marjinalnya
yang nilainya nol dan tingkat upah riil (w) yang rendah. Rumus ini juga berlaku
bagi perekonomian Modern. Rumusnya :
LPD = Fd(WP’ YP) (2,25)
LPS = Fs(wp) (2,26)
LPD = LPD = LP (2,27)
Persamaan (2,25), permintaan L (LPD) yang
merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat upah (wp) (Fd’wp>0) dan positif
dari volume produksi pertanian (Yp) (Fd’Yp>0). Persamaan (2,26) , penawaran
L (LPS) yang merupakan suatu fungsi positif dari tengkat upah (Fw’wp). Sedang
persamaan (2,27) mencermintakn keseimbangan di pasar L, yang menghasilkan
tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inÄlasi) dan jumlah L tertentu.
3. Teori Transpormasi struktural (Hollis
Chenery)
Teori ini
mempokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di
LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sector industri
sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur ekonomi
berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan NT dari
semua sektor ekonomi dapat dijelaskan dengan industri dan pertanian NTB masing‐masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk
PDB : PDB = NTBi + NTBp
Berdasarkan model
ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya
dengan jumlah empat faktor berikut :
a. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat
permintaan langsung untuk produk
industri manufaktur plus efek tidak langsung
dari kenaikan permintaan domestic untuk produk sektor‐sektor lainnya terhadap industri manufaktur.
b. Perluasan ekspor atau efek ttal dari
kanaikan jumlah ekspor terhadap produk idustri manufaktur.
c. Substitusi imfor atau efek total dari
kenaikan proporsi permintaan di tiap sector yang dipenuhi lewat produksi
domestik terhadap output industri manufaktur.
d. Perubahan teknologi, atau efek total dari
perubahan koeÄisien infut‐outfut di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan
terhadap sector industri manufaktur.
Faktor‐faktor internal yang membedalakn kelompok
LDCs yang mengalami transisi
ekonomi yang sangat pesat adalah :
·
Kondisi
dan struktur awal ekonomi dalam negeri
·
Besarnya
pasar dalam negeri
·
Pola
distribusi pendapatan
·
Karakteristik
dari industrialisasi
·
Keberadaan
SDA
·
Kebijakan
perdagangan luar negeri
Kalau dilihat dari
Orde Baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses perubahan struktur
ekonomi Indonesia cukup pesat. Data BPS menunjukan bahwa tahun 1970, NTB dari
sektor pertanian menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan pada
dekade 1990‐an
hanya tinggal sekitar 16% hingga 20%. Menurutnya pangsa pertanian dalam
permbentukan PDB selama periode tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan
output (rata‐rata
pertahun) di sektor tersebut relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan
output disektor‐sektor lain.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar